Senin, 27 Februari 2017

EVOLUSI ALAM SEMESTA, EVOLUSI BINTANG, EVOLUSI TATA SURYA, EVOLUSI BUMI, DAN EVOLUSI ALAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN




EVOLUSI ALAM SEMESTA, EVOLUSI BINTANG, EVOLUSI TATA SURYA, EVOLUSI BUMI, DAN EVOLUSI ALAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Oleh 
Syifa Yusrina 
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

1.        Evolusi Alam Semesta
Menurut para Ilmuwan kealaman menunjukan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan (creation ex nihilo), tidak ada ruang dan waktu, tidak  ada  energy  dan  materi. Ilmu yang   mempelajari   mengenai  sifat,  evolusi  dan  asal  alam semesta  (universe)  disebut kosmologi. Beberapa  teori  yang  menjelaskan  proses terbentuknya  alam  semesta  antara  lain  teori  big  bang,  teori  keadaan  tunak,  serta teori Osilasi.
a.         Teori Big Bang
Berkas:Universe expansion2.png 
Sumber : Wikipedia
Teori big bang dikemukakan oleh ilmuwan Belgia Abbè Georges Lemaitre pada tahun 1927. Menurut teori Big Bang, alam semesta berasal dari keadaan panas  dan  padat  yang  mengalami  ledakan  dahsyat  dan  mengembang.  Semua galaksi  di  alam  semesta  akan  memuai  dan  menjauhi  pusat  ledakan.
b.        Teori Keadaan Tunik
Teori   ini   dikemukakan   oleh   ilmuwan   dari universitas  Cambridge  pada  tahun  1948,  yaitu H.  Bondi,  T.  Gold,  dan  F. Hoyle.  Menurut  teori  keadaan  tunak,  alam  semesta  tidak  ada  awalnya  dan tidak  ada  akhirnya.  Alam  semesta  selalu  tetap  seperti  sekarang.  Materi  yang ada selalu terus menerus datang berbentuk atom-atom hidrogen dalam angkasa yang  membentuk galaksi  baru dan  menggantikan  galaksi  lama  yang  bergerak menjauhi kita dalam ekspansinya.
c.         Teori Osilisasi
Menurut  teori osilasi, alam semesta tidak ada awalnya dan tidak ada akhirnya. Menurut teori osilasi,  sekarang  alam  semesta  tidak  konstan,  melainkan  berekspansi  dimulai dengan  adanya  dentuman  besar  (big  bang).  Alam  semesta  mungkin  telah memulai  dalam  sebuah  dentuman  besar  atau  mungkin  berada  dalam  keadaan tetap dalam keadaan berosilasi. (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195905081984031NANA_JUMHANA/FINALISASI _IPA_PJJ /UNIT_6.pdf)
2.        Evolusi Bintang

Evolusi bintang adalah tahap panjang proses kehidupan sejak kelahiran hingga kematian sebuah bintang. Proses terbentuk bintang berasal dari nebula yang merupakan materi berisi gas dan debu. Ukuran awan ini sangat besar (diameternya mencapai puluhan SA) tetapi kerapatannya sangat rendah. Awal dari pembentukan bintang dimulai ketika ada gangguan gravitasi (misalnya, ada bintang meledak/supernova), maka partikel-partikel dalam nebula tersebut akan bergerak merapat dan memulai interaksi gravitasi di antara mereka setelah sebelumnya tetap dalam keadaan setimbang. Akibatnya, partikel saling bertumbukan dan temperatur naik. Semakin banyak partikel yang merapat berarti semakin besar gaya gravitasinya dan semakin banyak lagi partikel yang ditarik.
Pengerutan awan ini terus berlangsung hingga bagian intinya semakin panas. Panas tersebut dapat mendorong awan di sekitarnya. Hal ini memicu terjadinya proses pembentukan bintang di sekitarnya. Demikian seterusnya hingga terbentuk banyak bintang dalam sebuah awan besar. Setelah reaksi yang membentuk besi terhenti, tidak ada proses pembakaran selanjutnya. Akibatnya, tekanan menurun dan bagian inti bintang memampat. Karena begitu padatnya, jarak antara neutron dan elektron pun mengecil sehingga elektron bergabung dengan neutron dan proton. Peristiwa ini menghasilkan tekanan yang sangat besar dan mengakibatkan bagian luar bintang dilontarkan dengan cepat. Inilah yang disebut dengan supernova yang mana akan melahirkan bintang neutron dan juga lubang hitam.  (http://duniaastronomi.com/2011/03/evolusi-bintang/)
3.        Evolusi Tata Surya
Ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana proses evolusi dari tata surya ,yaitu:
Teori Kontraksi Awan Antar Bintang(Nebular Contraction)
•Tokoh: Rene de Cartes(1644), Pierre Simon de Laplace(1796), Immanuel Kant
•Inti Sari: Konservasi momentum sudut, mensyaratkan awan primordial berkontraksi, kecepatan rotasi bertambah besar. Awan primordial berubah menjadi piringan pipih (pancake) .Gumukan besar dipusat menjadi Matahari
Teori Tabrakan (Close Encounters)`
•Tokoh: Georges Louis de Buffon
•Inti Sari:  dua bintang diyang berdekatan akan menyebabkan tertariknya materi satu sama lain. Materi yang terlepas membentuk planet yang berevolusi pada masing-masing bintang.
4.        Evolusi Bumi
Bumi  sebelum  menjadi  tempat  hidupnya  berbagai  makhluk  hidup adalah  sebuah  satelit  yaitu  benda  angkasa  yang  mengitari  matahari. Satelit bumi yang semula panas sekali ini karena berputar terus menerus maka lama kelamaan   menjadi   dingin   dan   berembun.   Embun   yang   lama   menjadi gumpalan air. Inilah yang menjadi sumber kehidupan makhluk. Berikut adalah teori teori mengenai penciptaan bumi:
1.        Teori Kontraksi
Teori kontraksi dikemukakan oleh James Dana (1847) dan Elie de Baumant (1852), teori ini menyatakan bahwa kerak bumi mengalami pengerutan karena terjadinya pendinginan di bagian dalam bumi akibat konduksi panas. Pengerutan menyebabkan permukaan bumi tidak rata.
2.        Teori Apungan Benua (Continental Drift Theory)
Related image 
                                                  Sumber :e-won-absun.blogspot.com
Teori Apungan Benua dikemukakan oleh Alfred Wagner tahun 1912 dalam bukunya Origin of the Continental’s and Ocean’s. Wagner mengemukakan bahwa pembentukan muka bumi disebabkan adanya pergeseran benua. Menurut Wagner, di permukaan bumi pada awalnya hanya terdiri satu benua (Pangea) dan datu samudera (Panthalassa). Benua tersebut kemudian bergeser secara perlahan ke arah ekuator dan barat hingga mencapai posisi seperti saat ini.
3.        Teori Konveksi
Teori konveksi menjelaskan bahwa terjadi aliran konveksi ke arah vertikal di dalam lapisan astenosfer yang agak kental. Aliran tersebut berpengaruh sampai ke kerak bumi yang ada diatasnya. Aliran konveksi yang merambat ke dalam kerak bumi menyebabkan batuan kerak bumi menjadi lunak, sehingga gerak aliran dari dalam mengakibatkan permukaan bumi tidak rata.
5.        Evolusi Alam dalam Perpektif Al-Quran
Al-Qurān  menjelaskan  proses  penciptaan  alam  semesta  dengan menjelaskan  bahwa  Allah  menciptakan  sesuatu  yang  padu,  kemudian memisahkannya dan terjadilah ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ārdh) beserta  alam-alam  lainnya,  yang  kemudian  memuai.  Al-Qur‟ān  secara eksplisit  membagi  proses  penciptaan  alam  semesta  dengan  enam  tahapan atau  periode:  dua  periode  penciptaan  bumi,  dua  periode  penciptaan  isi bumi  dan  dua  periode  penciptaan  langit.  Al-Quran  juga  menyebutkan dalam penciptaan alam dilengkapi dengan hukum-hukumnya (sunnatullāh) yang  tidak  mengalami  perubahan  dan  penyimpangan. 
Dalam Surah   an-Nāzi‟āt:  27-32   diungkapkan   secara kronologis enam masa penciptaan tersebut sebagai berikut:
1.        Masa   pertama:   apakah   penciptaan   kamu   yang   lebih   hebat ataukah  langit  yang  telah  dibangun-Nya?  (ayat  27).  Ayat  ini  menjelaskan tentang  penciptaan  alam  semesta  dengan  peristiwa  “Big  Bang”,  ledakan besar sebagai awal lahirnya ruang dan waktu, termasuk materi.
2.         Masa kedua:    Dia    telah    meninggikan    bangunannya    lalu menyempurnakannya (ayat 28). Ayat ini menjelaskan tentang pengembangan alam semesta, sehingga benda-benda langit makin berjauhan yang     dalam     bahasa     awam     berarti     langit     makin     tinggi.     Lalu menyempurnakannya, dalam arti pembentukan benda langit bukanlah proses sekali  jadi,  tetapi  proses evolutif (perubahan  bertahap)  dari  awan  antar bintang,  menjadi  bintang,  lalu  nanti  akhirnya  mati  dan  digantikan  generasi bintang-bintang baru.
3.        Masa ketiga: dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang) (ayat 29). Ayat ini bercerita khusus 80tentang  tata  surya  yang  juga  berlaku  pada  bintang-bintang  lain.  Masa  ini adalah  masa  penciptaan  matahari  yang  bersinar  dan  bumi  (serta  planet-planet  lainnya)  yang  berotasi  sehingga  ada  fenomena  malam  dan  siang. Adanya matahari sebagai sumber cahaya, bumi berotasi menjadikan malam dan siang.
4.        Masa  keempat:  Dan  setelah  itu  bumi  Dia  hamparkan  (ayat  30). Ayat ini menjelaskan proses evolusi di planet bumi. Setelah bulan terbentuk dari  lontaran  sebagai  kulit  bumi  karena  tumbukan  benda  langit  lainnya, lempeng benua besar (Pangea) kemudian “dihamparkan” yang menjadikan benua-benua mulai terpisah membentuk 5 benua plus Antariksa.
5.        Masa  kelima:    Darinya    Dia    pancarkan    mata    air,    dan (ditumbuhkan)  tumbuh-tumbuhannya  (ayat  31).  Ayat  ini  menjelaskan  awal penciptaan  kehidupan  di  bumi  (mungkin  juga  di  planet  lain  yang  disiapkan untuk kehidupan) dengan menyediakan air.
6.        Masa  keenam:  Dan  gunung-gunung  Dia  pancangkan  dengan teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu (ayat  32  dan  33).  Ayat  ini  menjelaskan  lahirnya  gunung-gunung  akibat evolusi geologi dan mulai diciptakannya hewan dan kemudian manusia.

Jumat, 17 Februari 2017

EVOLUSI TUMBUHAN DALAM PERSPEKTIF EVOLUSIONIS DAN KREASIONIS



EVOLUSI TUMBUHAN
 Fosil Dan Spesiasi Tumbuhan
Oleh
Syifa Yusrina (2224132324) 7B
Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2016

ABSTRAK
            Evolusi tumbuhan terjadi selama ratusan juta tahun yang berasal dari nenek moyang di perairan dan dapat ditelusuri melalui bukti-bukti fosil yang ada. Fosil tertua yang pernah ditemukan berasal dari zaman Devon yaitu fosil  Protolepidodendron yang berumur 400 juta tahun, dan fosil Gymnospermae pertama ditemukan berusia 380 juta tahun berasal dari zaman Karbon. Angiospermae diperkirakan muncul sekitar 100 juta tahun yang lalu pada zaman Cretaceus lewat penemuan fosil Leefructus mirus yang merupakan tumbuhan berbunga pertama. Selain melalui fosil, evolusi tumbuhan dapat diketahui melalui proses spesiasi tumbuhan yang menyebabkan terbentuknya spesies baru.  Seperti analisis filogenik spesiasi pada Glycine soja Siebold & Zucc. (kedelai liar) yang kemungkinan merupakan nenek moyang dari G.max Merr. (kedelai).

Kata Kunci : evolusi, tumbuhan, fosil, spesiasi


PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup yang keberadaannya telah ada sejak ratusan juta tahun yang lalu bersamaan dengan naiknya makhluk hidup pertama yang hidupnya berpindah dari perairan menuju ke daratan.
            Tumbuhan pertama kali muncul sekitar 440 juta tahun yang lalu pada Zaman Silur. Zaman Silur merupakan waktu peralihan kehidupan dari air ke darat. Tumbuhan darat mulai muncul pertama kalinya termasuk Pteridophyta (tumbuhan paku). (Syafrizal, 2014)
            Pada fase awal perkembangan dunia tumbuhan, menunjukkan bahwa asal-usul tumbuhan berasal dari moyang yang hidup di perairan yang kemungkinan besar adalah alga hijau. Selama perkembangannya terbentuk dua  jalur  evolusi. Satu  jalur  muncul  sebagai  tumbuhan  lumut  dan  jalur  kedua  sebagai tumbuhan   berpembuluh   yaitu   tumbuhan   paku. Tumbuhan ini sudah  memiliki   ikatan berkas pengangkut yang terdiri  dari jaringan pembuluh  kayu  (xilem)  dan  pembuluh tapis (Floem). Adanya berkas pembuluh tersebut mengokohkan batang yang dapat berdiri tegak di atas tanah. (Kusnadi,2012)  
Dari percabangan jalur evolusi Pteridophyta inilah yang diperkirakan menjadi cikal bakal dari kemunculan tumbuhan berbiji yang diawali oleh tumbuhan Gymnospermae yang muncul pada Periode Devonian, sekitar 360 juta tahun yang lalu hingga yang paling maju yaitu filum Angiospermae yang muncul pada awal Periode Cretaceaus sekitar 100 juta tahun yang lalu.
            Evolusi pada tumbuhan ini dapat ditelusuri melalui penemuan-penemuan fosil yang menunjukan adanya proses evolusi baik karena proses adaptasi atau karena spesiasi dan hibridisasi pada tiap fosil tumbuhan yang menunjukan spesies baru dan menciptakan percabangan pada pohon filogenik dunia tumbuhan.
PEMBAHASAN
Fosil Tumbuhan
            Fosil  kayu merupakan kayu  yang  sudah  membatu  dimana  semua bahan organiknya telah digantikan  oleh  mineral (silika dan sejenis kuarsa), dengan  struktur  kayu  tetap  terjaga. (Andianto et al, 2012)
Fosil kayu tertua yang pernah ditemukan adalah fosil tumbuhan herba yang diduga paku-pakuan di Prancis yang berasal dari periode Devonian diikuti  fosil yang ditemukan di Kanada yang berumur sekitar 380 juta tahun yang lalu. (Kompas, 2011). Periode pertama yang dibahas kali ini akan dimulai pada Zaman Devonian dimana pertama kali tumbuhan muncul didaratan (gambar 1).

  Gambar 1. Skala waktu geologi zaman Devon
Golongan tumbuh-tumbuhan sudah banyak dikenal pada zaman Devon di antaranya Rhynea yang didapatkan pada batupasir merah tua di Skotlandia, Archeopteris yang dijumpai di pulau Bear daerah Afrika pada  batuan yang berumur Devon Atas, Eospermatopteris, Protolepidodendron yang didapatkan di daerah Gilboa, New york pada batuan yang berumur Devon Tengah (gambar 2). Ateroxylon mackiei dan Hornaelignieri yang didapatkan di Rhynie, Skotlandia pada batuan yang berumur Devon Bawah Kesemua jenis tumbuh-tumbuhan tersebut masih terbatas pada jenis yang masih sederhanaatau dinamakan tumbuhan tingkat rendah. (Ampu, 2014)

Gambar 2. Archeopteris (kiri) dan Protolepidodendron (kanan)
            Selanjutnya adalah penemuan fosil yang ditemukan pada Zaman Karbon sekitar 380 juta tahun yang lalu yang ditemukan di St. Clair, Pennsylvania, yaitu fosil dari tumbuhan pakis (gambar 3) yang secara mengejutkan memiliki bentuk yang menyerupai pakis masa kini. Fosil ini merupakan fosil pertama didunia dari Gymnospermae.
 
 Gambar 3. Fosil Pakis (kiri) pakis masa kini (kanan) (Oktar, 2006)
            Fosil tumbuhan selanjutnya berasal dari Zaman Cretaceaus yaitu fosil dari Leefructus mirus (gambar 4) yang diyakini merupakan tumbuhan berbunga pertama didunia yang termasuk Ranunculaceae, famili eudikot lama yang mencakup buttercup dan tanaman crowroot. (Dilcer et al, 2011)
                
 
Gambar 4. Fosil dari Leefructus mirus
            Fosil dari Leefructus mirus ini telah menunjukan mulainya percabangan baru dari pohon filogenik evolusi tumbuhan dengan munculnya Angiospermae pertama didunia Filum percabangan yang awalnya berasal dari evolusi Pteridophyta yang hanya terdapat Gymnospermae saja pada awalnya, kemudian bercabang menjadi dua filum yaitu Gymnospermae dan Angiospermae.
            Fosil selanjutnya berasal dari Zaman Pleiosin sekitar 65 juta tahun yang lalu yaitu fosil daun pohon Ficus (gambar 5) yang termasuk dalam kelas dikotil pada Angiospermae. Kelas pohon Ficus sendiri jauh lebih maju dibanding kelas Leefructus mirus jika dilihat dari rentan waktu kemunculan dan perbungaannya.

Gambar 5. Fosil daun Ficus (Oktar, 2006)
Bergerak menuju Zaman Eosen sekitar 54-37 tahun yang lalu ditemukan fosil daun dari pohon willow (gambar 6) yang dikatakan oleh Harun Yahya merupakan salah satu fosil yang membantah teori evolusi darwin karena kondisi fosil dan tumbuhan masa kini tidak terdapat perbedaan signifikan. Pernyataan ini masih menjadi perdebatan dikalangan ilmuan antara dua pemikiran yang berbeda.
Gambar 6. Fosil daun willow (kiri) dan daun willow saat ini (kanan). (Oktar, 2006)

            
Gambar 7. Fosil daun Anggur (Vitis) (Oktar, 2006)
            Pada Zaman Oligosen mulai muncul tumbuhan yang memiliki bentuk daun menjari dengan ditemukannya fosil daun Anggur (Vitis) di Beaverhead County, Montana (gambar 7). Semakin muda fosil yang ditemukan, semakin jelas terlihat perbedaan morfologi antar sub kelas dari Angiospermae.
            Fosil selanjutnya adalah fosil polen dari Stenochlaenidites papuanus (gambar 8)  yang di temukan dilapisan Pliosen di Cekungan Banyumas yang berumur sekitar 15-1 juta tahun yang lalu. Menurut Rahardjo et al (1994) dalam Setijadi (2013) , umur Pliosen di cekungan Banyumas ditandai dengan kehadiran Stenochlaena laurifolia (Stenochlaenidites papuanus) dan Podocarpus imbricatus.

Gambar 8. Stenochlaenidites papuanus
           
            Fosil tumbuhan yang ditemukan dari berbagai zaman diatas menunjukan adanya proses perubahan evolusi tumbuhan kearah yang lebih kompleks dimulai dari fosil Protolepidodendron yang masih menggunakan spora sebagai alat reproduksinya  yang kemudian ditemukan fosil Gymnospermae yang merupakan tumbuhan dengan biji terbuka dengan alat reproduksi berupa strobilus hingga kemunculan fosil Angiospermae yang telah memiliki alat reproduksi berupa bunga dan biji yang tertutup.
            Fosil yang ditemukan tersebut menunjukan adanya proses evolusi yang ditunjukan pada perubahan alat reproduksi yang semakin kompleks seiring dengan proses pembentukan benua dan perubahan lingkungan yang terus terjadi selama periode  purba dalam rangka mempertahankan hidup dari jenisnya agar tetap bertahan hidup dan mampu berkembang.
Spesiasi Tumbuhan
Spesiasi  adalah  suatu  proses  pembentukan  jenis  baru.    Spesiasi  terjadi  bila  aliran  gen  antara  populasi  yang  pada  mulanya  ada  secara  efektif  telah  mereda  dan  disebabkan  oleh  mekanisme  isolasi.  (Hale  et  al.,  1995)
Spesiasi   sangat   terkait   dengan   evolusi,   keduanya   merupakan   proses   perubahan   yang   berangsur-angsur,   sedikit  demi  sedikit,  secara  gradual,  perlahan  tetapi  pasti  terjadi.  Spesiasi  lebih  ditekankan  pada  perubahan  yang  terjadi  pada  populasi  jenis  tertentu.  Sedangkan  evolusi  jauh  lebih  luas,  dapat  meliputi  semua  organisme  hidup  maupun   benda   mati   yang   membentuk   seluruh   alam   semesta  ini.    Kebanyakan  evolusi  diartikan  secara  sempit  sebagai  perubahan  yang  terjadi  pada  mahluk  hidup,  tetapi  secara luas dapat meliputi perubahan apapun di jagat raya ini. (Widodo, 2007)
Spesiasi pada tumbuhan cukup sulit dideteksi melalui bukti fosil karena minimnya penemuan fosil yang menunjukan proses spesiasi pada tumbuhan. Kekurangan bukti spesiasi pada tumbuhan melalui fosil ini dapat ditutupi melalui pembuktian cara lain.
Menurut Widodo (2007) salah  satu  cara  membuktikan  adanya  proses  spesiasi  adalah  dengan  analisis  filogeni  yaitu  suatu  analisis  tentang  sejarah  evolusioner  dari  suatu  jenis  atau  takson  lainnya.    Penggunaan  pengurutan  DNA,  cpDNA,  ITS,  gen  kloroplas  ndhF, dan allozyme, dapat membuktikan terjadinya spesiasi misalnya pada  berbagai  jenis  anggota  Myrtaceae. Banyak   anggota   Myrtaceae   yang   telah   mengalami   perubahan  akibat  persilangan  baik  secara  alami  maupun  akibat   perilaku   manusia. Salah   satu   contoh   hasil   persilangan   adalah   hibrida   Eucalyptus   grandis   x   E.   globulus.      Tanaman   ini   memiliki   sifat   sifat   kombinasi   antara  pertumbuhan  yang  cepat  dan  kualitas  kayu  yang  baik. Sifat-sifat   ini   hanya   dimiliki   oleh anakannya.     
Contoh lain proses spesiasi dapat diperoleh dari kedelai. Berdasarkan jumlah dan ukuran kromosom, morfologi, distribusi geografi, dan pola pita elektroforesis dari protein biji, diduga bahwa Glycine soja Siebold & Zucc. (kedelai liar) kemungkinan merupakan nenek moyang dari G.max Merr. (kedelai). (Hymowitz (1976) dalam Djuita (2012)
Selain melalui analisis filogeni, spesiasi dapat diketahui melalui uji interaksi antara serbuk sari dan putik. Menurut Ellis et al. (1991) dalam Djuita (2012) menduga bahwa interaksi serbuk sari dan putik dapat digunakan untuk menguji hubungan evolusi di antara kelompok taksonomi. Hal ini berdasarkan teori yang dikemukakan Hogenboom (1984) yang menyatakan bahwa koordinasi serbuk sari dan putik hilang karena hubungan antara jenis menurun melalui evolusi konvergen.
Contoh pengujian interaksi antara serbuk sari dan putik ini pernah diteliti pada leci (Litchi chinensis Sonn.) dan lengkeng (Dimocarpus longan Lour.) yang menghasilkan buah dengan morfologi berbeda: yang pertama adalah buah tanpa biji atau embrio yang berkembang, yang kedua buah dengan biji yang berkembang namun embrionya gugur, dan yang ketiga adalah buah dengan biji dan embrio yang berkembang normal. (McConchie et al. (1994) dalam Djuita (2012) )
Dari paparan diatas spesiasi yang telah memunculkan spesies baru yang berbeda sama sekali dengan induknya ini menujukan sedang terjadinya proses evolusi pada tumbuhan yang sedang melakukan adaptasi sedemikian rupa dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk bertahan hidup.
PENUTUP
Kesimpulan
            Evolusi pada tumbuhan dapat diketahui dan ditelusuri melalui fosil-fosil tumbuhan yang ada semenjak Zaman Devonian hingga Pliosen. Fosil-fosil yang ditemukan menunjukan proses evolusi dilihat dari semakin kompleksnya organ-organ tumbuhan pada fosil yang lebih muda. Selain melalui fosil, evolusi tumbuhan dapat diteliti melalui proses spesiasi, dan hibridisasi yang meningkatkan keanekaragaman dari tumbuhan.
Daftar Pustaka
Ampu, 2014. Sejarah Zaman Devon. Online : https://www.scribd.com/document/ 246853098/Paper-Geologi-Sejarah-Zaman-Devon-New
Andianto,  NE  Lelana,  A  Ismanto.  2012. Identifikasi  Fosil  Kayu dari  Kali    Cemoro Kabupaten Sragen, Jawa  Tengah, Prosiding  Seminar  Nasional  Biologi, Prospektif  Biologi  dalam Pengelolaan Sumber Hayati. Fakultas Biologi, UGM. Yogyakarta.
Dilcher, David L.,  Ge Sun, Hongshan Wang & Zhiduan Chen. 2011. A eudicot from the Early Cretaceous of China. Online : http://www.nature.com/nature/journal/v471/n7340/full/nature09811.html
Djuita, Nina Ratna. 2012. Evolusi, Spesiasi, Dan Hibridisasi Pada Beberapa Anggota Sapindaceae. Online : jurnal.ipb.ac.id
Hale, W.G., J.P. Margham, and V.A. Saunders.  1995.  Collins Dictionary of Biology.  Harper Collins Publishers.  Glasgow G4 0NB.
Kompas, 2011. Fosil Kayu Berusia 400 Juta Tahun. Online : http://sains.kompas.com/ read/2011/08/12/18105379/Fosil.Kayu.Tertua.Berusia.400.Juta.Tahun
Kusnadi,2012.  Dunia Tumbuhan (Plantae). Online :http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-KUSNADI/BUKU_SAKU_BIOLOGI_SMA,KUSNADI_dkk/Kelas_X/DUNIA_TUMBUHAN.pdf
Oktar, Adnan, 2006. Atlas Penciptaan. Global Publishing, Istanbul. Turkey
Setijadi, Rachmad ,Kartika Anggi  H, Sukarsa, dan. 2013. Paleovegetasi Berdasarkan Bukti Palinologi Kala Pliosen Cekungan Banyumas. Online : http://journal.bio.unsoed.ac.id/ index.php/biosfera/article/view/251/201
Widodo,Pudji. 2007. Spesiasi pada Jambu-Jambuan (Myrtaceae):  Model Cepat dan Lambat. Online : http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0801/D080116.pdf